Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Qulub (YPPMQ) Tawar berdiri melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang. Diawali dari kondisi keamanan Negara Republik Indonesia yang semakin kondusif pasca kemerdekaan 1945, Kyai Istad Djanawi pada tahun 1947 memulai langkah perjuangan dakwahnya untuk mengisi kemerdekaan dengan mengijazahkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah sebagai media spiritual (Suluk) seorang hamba kepada Sang Pencipta, atas Ijazah ke-Mursyid-an dari KH. Umar (Mbah Sri) Curahmalang Sumobito Jombang. Sebelum itu pada awal abad 20, Tawar hanya merupakan sebuah kampung kecil yang sepi dalam teretorial pemerintahan Hindia-Belanda. Pada saat itu Kyai Imam Burhani (mertua Kyai Istad Djanawi) yang wafat pada sekitar tahun 1919, berusaha meramaikan dusun ini dengan aktifitas dakwah berupa mengajar al-Quran di musholla (Langgar Gladhak) yang berada di atas tanah miliknya. Dan musholla ini akhirnya diperbesar oleh Kyai Istad Djanawi dan diubah menjadi sebuah masjid yang sebagian dindingnya berupa Gebyok (papan kayu) dan Gedhek (anyaman bambu) untuk memulai pijakan langkah dakwahnya.
B. Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah (MI) FormalTepatnya pada jam 14.00 WIB. hari Jumat Legi 22 Agustus 1947 M / 05 Syawal 1366 H. Kyai Istad Djanawi juga mendirikan lembaga pendidikan Madrasah yang sebagian besar pembelajarannya menggunakan mata pelajaran yang berbasis pada kitab-kitab Salafi (klasik) dan dibagi mejadi empat kelas, yaitu kelas masjid, Ndalem Kyai Istad, Ndalem Kyai Ahmad, dan rumah Gandhok, dengan tujuan menertibkan pendidikan para pemuda pemudi dusun Tawar dan sekitarnya yang setiap hari datang bermalam sebagai santri Kalong (sore datang pagi pulang) untuk mengikuti pengajian Bandongan (ustadz menerangkan sebuah kitab dan murid mendengarkan). Kemudian baru pada tahun 1955 beliau berhasil membangun sebuah gedung yang berdinding tembok di bagian bawah dan Gedhek (anyaman bambu) di bagian atasnya yang berjumlah empat kelas di depan masjid untuk kegiatan pembelajaran Madrasah yang didirikannya.
Untuk mengembangkan madrasah yang dirintisnya, Kyai Istad Djanawi juga menyiapkan kader guru dengan menyekolahkan beberapa keluarga dan santri beliau yang antara lain Kyai Ahmad Maina, KH Sulaiman Afandi, dan Kyai Imam Syafii kepada Kyai Bahri Masyhud dan memondokkan mereka keluar daerah, dengan maksud kelak mereka menjadi guru yang dapat mengembangkan madrasah yang didirikan oleh Kyai Istad Djanawi setelah mereka selesai dari menuntut ilmu.
Setelah Kyai Istad Djanawi wafat pada tanggal 5 September tahun 1959 kepemimpinan pengelolaan Madrasah dipegang oleh KH. Sulaiman Afandi (putra Kyai Istad Djanawi). Di tangan beliau Madrasah peninggalan ayahandanya ini berubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Formal setelah mendapatkan Pengakuan Kewadjiban Beladjar dari Kepala Kantor PENDIDIKAN AGAMA DAERAH SWATANTRA tingkat 1 Djawa Timur, Djawatan Pendidikan Agama RI (Depag saat itu, Kemenag saat ini) pada tanggal 1 April tahun 1960, dan beliau berusaha mengembangkannya dengan merekrut beberapa tenaga pendidik yang berkualitas dari beberapa alumni pondok pesantren di Jombang dan Mojogeneng disamping memaksimalkan guru yang ada hasil kaderisasi sang ayah.
Adapun yang ditunjuk sebagai kepala MI setelah KH. Sulaiman Afandi secara berurutan sebagai berikut : 1. Bpk Abdul Salam (1965 - 1976) 2. Bpk Amin Syafií (1976 - 1978) 3. Bpk Abdul Aziz (1978 - 1983) 4. Bpk Abdul Salam (1983 - 1999) 5. Bpk Musthofa S.Pd.I (1999 - 2016) 6. Bpk Bukhori S.Pd.I (2016 Sampai sekarang)
C. Kemursyidan KH. Sulaiman AfandiKegiatan Pesulukan Thariqat setelah wafatnya Kyai Istad Djanawi sempat vakum (terhenti) tidak ada yang melanjutkannya, karena satupun dari keluarga Kyai Istad dan diantara para muridnya tidak ada yang menerima Ijazah ke-Mursyid-an langsung dari beliau. Akhirnya pada tahun 1963 KH. Sulaiman Afandi juga melanjutkan kepemimpinan pesulukan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah peninggalan Kyai Istad Djanawi, setelah beliau mendapatkan Ijazah ke-Mursyid-an dari Kyai Romli Curahmalang (salah seorang putra KH. Umar). Kemudian pada tahun 1965 seiring pergolakan politik di Indonesia yang dikenal dengan peristiwa G30S/PKI, pesulukan Thariqat pimpinan KH. Sulaiman Afandi ini mengalami perkembangan, karena banyak masyarakat muslim yang berharap mendapatkan perlindungan dan bertaubat dengan berguru kepada beliau.
Sedangkan peninggalan Kyai Istad Djanawi yang lain berupa pengajian Bandongan bagi santri Kalong dari masyarakat sekitar tetap berjalan seadanya yang secara silih berganti diasuh oleh beberapa menantu dan murid Kyai Istad Djanawi yang sudah dianggap mumpuni untuk mengajar mengaji. Dan kegiatan pengajian santri Kalong ini pernah dua kali mengalami perkembangan yang pesat ketika diasuh oleh Kyai Uzair dan Kyai Khotib Afandi (keduanya menantu Kyai Istad Djanawi) pada masa yang berbeda, meskipun saat itu jumlah santri Kalong yang setiap hari datang sangat banyak namun belum mampu mewujudkan harapan Kyai Istad Djanawi untuk menjadi sebuah pondok pesantren.
D. Berdirinya Raudlatul Athfal (RA)Kesibukan KH. Sulaiman Afandi dalam memimpin Pesulukan Thariqat dan kemasyhurannya menyebabkan banyak tamu yang sowan memohon bantuan doá kepada beliau yang sebagian besar untuk urusan duniawi mereka, maka Madrasah diambil alih oleh H. Abdul Syukur (salah seorang murid Kyai Istad Djanawi) dengan didampingi Bapak Samián (kepala dusun Klagen) sebagai pengurus madrasah. Kemudian pada tahun 1966 H. Abdul Syukur yang waktu itu juga menjadi kepala dusun Tawar mendirikan Pendidikan Taman Kanak Kanak (TK) yang bertempat di pendopo rumah beliau, sedangkan yang ditunjuk sebagai pengelola adalah KH. Ahmad Salam. Kemudian sejak tahun 1974, Taman Kanak Kanak (TK) tersebut diubah menjadi Raudlatul Athfal (RA), sebagai embrio pendidikan sebelum masuk Madrasah Ibtida’iyah (MI) Formal. Adapun yang selanjutnya ditunjuk sebagai pengelola RA ini adalah : 1. Bunda Mintarsih dari Pehngaron (1967 - 1970) 2. Bunda Tarti dari Tlasih (1970 - 1973) 3. Bunda Jamaani dari Klagen (1973 - 1980) 4. Bunda Nur Riwayati dari Sukomangu (1980 - 1981) 5. Bunda Wiwik Kusmiati dari Tumbuk (1981 - 1987) 6. Bunda Nurul Hidayati dari Tumbuk (1987 - 1993) 7. Bunda Khoirotin dari Tumbuk (Kepala RA, 1993 - 2013) 8. B. Hj. Misluhah, M.Pd.I dari Kedungpring (Kepala Paud, 2013 - 2016) 9. Bunda Sri Utami Widayati dari Tawar (Kepala Paud, 2016 - 2019) 10. B. Ana Himmatul Aliyah, S.Pd (Kepala Paud, 2017 sampai sekarang)
E. Pendirian Pondok Pesantren Putra (Induk)Semangat perjuangan Kyai Istad Djanawi dilanjutkan oleh KH. Ahmad Syamsuddin (juga putra Kyai Istad Djanawi) setelah pulang dari beberapa pondok pesantren tempat beliau menuntut ilmu, dengan bekal keilmuan yang lebih mumpuni beliau meresmikan Pondok Pesantren Putra yang sekarang menjadi (pondok induk) pada tahun 1970, sebagai perwujudan cita-cita ayahanda beliau yang tertunda, seiring perkembangan pengajian Bandongan bagi masyarakat sekitar yang pada saat itu nyantri Kalong dan datangnya para santri dari berbagai daerah yang ingin menetap untuk mengisi dua kamar yang terbuat dari anyaman bambu yang sebelumnya sudah dibangun oleh masyarakat dusun Tawar pada tahun 1963 atas prakarsa H. Abdul Syukur. Adapun pengasuhnya sebagai berikut : 1. KH. Ahmad Syamsuddin (Pengasuh Utama, 1970 - Sekarang) 2. Gus Ahmad Idris Syamsuddin (2004 - Sekarang) 3. Gus Ahmad Shofa Syamsuddin (2009 - Sekarang) 4. Gus Ahmad Nadzif Syamsuddin (2014 - Sekarang) 5. Gus Ahmad Jazuli Syamsuddin (2019 - Sekarang)
F. Berdirinya Madrasah Diniyah (Non Formal) PutraSemakin banyaknya santri Pondok Pesantren yang datang dari beberapa daerah bahkan dari provinsi lain, maka beberapa santri yang sudah besar menggagas adanya pengelompokan para santri dalam mengikuti proses pembelajaran di Pondok Pesantren. Setelah mendapatkan restu dari KH. Ahmad Syamsuddin maka pada tahun 1981 Pesantren ini mendirikan Madrasah Diniyah (Putra) yang seluruh mata pelajarannya berupa kitab-kitab Salafi (kitab kuning), meskipun masih menggunakan metode pembelajaran yang seadanya. Dan kegiatan Madrasah Non Formal ini bertempat di gedung Madrasah Ibtidaiyah Formal yang digunakan secara bergantian.
G. Berdirinya Madrasah Tsanawiyah (MTs) FormalMadrasah Tsanawiyah (MTs) Formal didirikan pada tanggal 6 Juli 1983 yang merupakan jenjang pendidikan lanjutan setelah MI Formal, MTs ini berdiri setelah H. Hasan Bisri (menantu KH. Sulaiman Afandi) dan Abdul Aziz (putra Kyai Imam Syafii) mendapatkan restu dari para kyai penerus Kyai Istad Djanawi, keduanya memohon restu kepada para kyai sebagai respon terhadap keprihatinan beberapa tokoh dan sifat militansinya para guru dalam memajukan pendidikan di Tawar yang saat itu masyarakatnya masih terkenal kolot yang kalau tidak ada pendidikan jenjang berikutnya di desa Tawar maka mereka cenderung tidak mau menyekolahkan putra putrinya. Setelah melakukan rapat bersama yang diikuti oleh KH. Sulaiman Afandi, KH. Ahmad Syamsuddin, KH. Ahmad Salam dan beberapa orang prakarsa berdirinya MTs, maka ditetapkan H. Abdul Jalal, BA, sebagai kepala MTs untuk yang pertama kalinya. Adapun selanjutnya kepala MTs sebagai berikut : 1. H. Imam Sarkani, S. Ag dari Kemasantani (1990 - 2009) 2. H. Ahmad Khuzaini, M.Pd.I dari Kedungmaling (2009 - 2014) 3. Hj. Misluhah, M.Pd.I dari Kedungpring (2014 Sampai sekarang
H. Pendirian Asrama Putri Al-KhoiriyahSejalan dengan perkembangan Pesantren Putra dan semangat pendirian MTs Formal, maka ada tuntutan untuk menerima santri putri, tetapi karena KH. Ahmad Syamsuddin belum berkenan untuk menampung santri putri, maka pada tahun 1983 KH. Sulaiman Afandi resmi menerima santri putri dan bertempat di Ndalem beliau. Seiring banyaknya santri putri yang berdatangan maka beliau membangun gedung Pesantren Putri dengan dibantu santri pondok putra dan masyarakat dusun Tawar di atas tanah miliknya pada tahun 1989, dan menjadi pondok putri pertama di desa Tawar yang pembelajaran dan tata kelolanya menjadi satu dengan Pondok Pesantren Putra yang lebih dulu berdiri. Pesantren putri ini sekarang menjadi asrama Al-Khoiriyah. Adapun para pengasuhnya sebagai berikut : 1. KH. Sulaiman Afandi (1983 - 1996) 2. H. Hasan Bisri (1983 - 1989) 3. Gus Ali Ridlo (1988 - 1992) 4. Gus Rofiq Wiwikri (1992 - 1996) 5. Gus Hamim Thohari (1997 - Sekarang)
I. Pendirian Asrama Al-MasyithohPada sisi yang lain, KH. Ahmad Salam mendapat perintah dari KH. Yahdi Mathlab Mojogeneng untuk mendidirikan pesantren Tahfidzul Quran, namun hal ini tidak bisa segera terwujud. Baru setelah KH. Ahmad Salam mendapat restu dari KH. Ahmad Syamsuddin, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1988, beliau melaksanakan pembangunan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an secara mandiri di atas tanah miliknya dengan tujuan untuk memisahkan santri putra yang menghafal al-Quran dari santri yang hanya mengkaji kitab-kitab kuning (Salafi) yang sebelumnya bercampur jadi satu. Pemisahan ini dilakukan agar para santri bisa fokus pada masing-masing disiplin ilmu yang menjadi pilihan mereka. Kemudian sesuai perkembangannya pondok pesantren Tahfidzul Quran ini direstui oleh KH. Ahmad Syamsuddin untuk menerima santri putri pada sekitar tahun 1998. Dan sekarang pondok tersebut menjadi asrama Al-Masyitoh. Adapun para pengasuhnya sebagai berikut : 1. KH. Ahmad Salam (1988 - 2014) 2. Nyai Hj. Siti Badriyah (Pengasuh Utama, 2014 - Sekarang) 3. Gus H. Ali Nuruddin (2014 - Sekarang) 4. Gus Muhammad Abdul Hafidz (2014 - Sekarang)
J. Berdirinya Madrasah Aliyah (MA) FormalDengan maksud melengkapi unit Pendidikan Formal di desa Tawar, para pengurus dan guru Madrasah mendapat restu para kyai penerus Kyai Istad Djanawi untuk menyelenggarakan pendidikan lanjutan setelah MTs Formal, sehingga pada tanggal 1 Juli 1993 mereka dengan tekad bulat penuh semangat mampu mendirikan Madrasah Aliyah (MA) Formal, sebagai perwujudan keinginan untuk menjadikan dusun Tawar disamping terkenal dengan sebutan Kampung Santri juga memiliki jenjang Pendidikan Formal yang lengkap dan memadahi. Kemudian pengurus dan guru mengadakan rapat dan menetapkan H. Abdul Jalal, BA, sebagai kepala Madrasah Aliyah (MA) untuk yang pertama kalinya. Adapun selanjutnya kepala MA sebagai berikut : 1. H. Farid S.Ag (2001 - 2009) 2. H. Suharsono, S.Pd (2009 - 2010) 3. H. Agus Tiono S.Pd, M.H (2010 - 2014) 4. Hj. Elok Humairoh S.Ag (2014 - 2017) 5. Mochammad Cholil S.S (2017 - Sekarang)
K. Pendirian Taman Pendidikan al-Quran (TPQ)Adapun Taman Pendidikan al-Quran (TPQ/TPA) berdiri pada tahun 1995, setelah H. Hasan Bisri yang saat itu sebagai kepala Desa Tawar mengkoordinir tokoh masyarakat dan mendapatkan restu dari para kyai penerus Kyai Istad Djanawi, maka masyarakat dihimbau untuk memberangkatkan putra putrinya yang masih kecil untuk mengaji di TPQ, karena pada saat itu di Indonesia sedang dikembangkan Lembaga Pendidikan al-Quran dengan metode baru tentang proses pembelajaran al-Quran untuk anak di bawah usia dua belas tahun, sedangkan kegiatannya pada saat itu bertempat di masjid dan sebagian rumah dzurriyah Kyai Istad Djanawi yang dekat dengan masjid. Adapun para pengurus yang mengelola TPQ secara berurutan dipimpin oleh : 1. Kyai Abdul Salam (1995 - 2005) 2. Bapak Sahudi (2005 - 2011) 3. H. Pujiono (2011 - Sekarang)
L. Kemursyidan KH. Ahmad SyamsuddinSetelah KH. Sulaiman Afandi wafat pada tahun 1996, maka kegiatan pesulukan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah sementara waktu mengalami kekosongan guru Mursyid, hal ini dikarenakan KH. Ahmad Syamsuddin tidak berkenan melanjutkan ke-Mursyid-an KH. Sulaiman Afandi, walaupun jauh sebelum itu KH. Ahmad Syamsuddin digadang-gadang menjadi seorang Mursyid oleh gurunya. Akhirnya pada tahun 1997 KH. Ahmad Syamsuddin diperintahkan oleh KH. Kholil Ahmad Naím (Pulorejo) untuk melanjutkannya, sekaligus mendapatkan Ijazah kemursyidan Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah Khalidiyah dari beliau, agar para pengamal thariqat di Tawar dan sekitarnya terus bisa mendapatkan bimbingan dalam menempuh jalan spiritual (Suluk) menuju Sang Pencipta.
M. Pengajian Jumát LegiSebagai seorang Mursyid Thariqat KH. Ahmad Syamsuddin tidak ingin para muridnya hanya mempelajari wirid amalan thariqat, namun beliau juga perlu meningkatkan keilmuan seluruh murid thariqat dengan memberikan pembinaan serta bimbingan ilmu agama secara rutin, pada setiap malam jumat setelah Tawajuhan (Khususiyah) para murid yang rumahnya di sekitar desa Tawar dianjurkan mengikuti pengajian yang diasuh oleh beliau, sedangkan seluruh murid thariqat baik yang rumahnya dekat maupun yang jauh dihimbau hadir pada setiap malam jumat legi untuk mengikuti Tawajuhan yang dilanjutkan dengan pengajian, dengan maksud shilaturrahim antara murid dan guru dapat selalu terjalin juga ditujukan agar mereka senantiasa terbimbing dalam mengamalkan thariqat dengan bekal ilmu agama yang mencukupi. Kemudian sesuai perkembangannya masih pada tahun 1997 pengajian rutin Malam Jumat Legi ini dibuka untuk umum yang tidak diikuti oleh murid yang sudah berbaiát thariqat saja, tetapi juga diikuti oleh keluarga mereka, seluruh santri pondok, wali santri, alumni, masyarakat sekitar, dan simpatisan dari dalam dan luar kota bahkan dari provinsi lain, dengan jumlah pengikut sekitar 5000 orang.
N. Renovasi Masjid ImdadullahMasjid peninggalan Kyai Istad Djanawi yang dindingnya terbuat dari Gebyok dan Gedhek akhirnya direnovasi oleh KH. Sulaiman Afandi bersama masyarakat dusun Tawar dengan menembok seluruh dindingnya dan diberi nama Tsamratul Ubudiyah pada tahun 1972 dengan maksud memperkokoh bangunan fisiknya, karena masjid ini menjadi pusat kegiatan Pesulukan Thariqat dan kegiatan ibadah bagi masyarakat. Adapun dana yang digunakan merenovasi masjid ini adalah iuran masyarakat yang diambil dari sebagian hasil pertanian mereka, yang dikumpulkan pada tiap musim panen.
Kemudian ketika Pesulukan Thariqat Qadiriyah, Naqsyabandiyah Khalidiyah, dan pengajian rutin malam Jumát Legi dalam bimbingan KH. Ahmad Syamsuddin sangat pesat perkembangannya, maka pada tahun 2000 dipandang perlu untuk merenovasi dengan memugar dan membangun kembali masjid tersebut, karena konstruksi masjid yang lama sudah rapuh dan kurang bisa mendukung lagi untuk kegiatan yang ada. Renovasi masjid yang diprakarsai KH. Ahmad Syamsuddin ini selesai dalam waktu yang singkat, yaitu hanya dalam tiga bulan, dan menjadi bukti bahwa masyarakat dan santri Pondok Pesantren Tawar memiliki kekompakan luar biasa yang disertai semangat berkorban untuk mewujudkan harapan bersama mempunyai masjid yang representatif. Karena itulah maka masjid ini berganti nama menjadi Imdadullah (Anugerah Allah) yang mampu menjadi titik awal pesatnya pembangunan sarana fisik bagi seluruh lembaga pendidikan, baik pesantren maupun formal di Desa Tawar.
O. Pendirian YPM-NU Miftahul QulubDengan lengkapnya unit Pendidikan Formal dan Pesantren (Non Formal) Pengurus Madrasah Formal berusaha menjadikan seluruh unit dan Lembaga Pendidikan baik Formal maupun Pesantren berada dalam satu naungan yayasan, maka Pengurus Madrasah menghadap Bapak R. Soehartejo SH, Notaris Mojokerto, dan akhirnya mendapatkan Akta Yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Ma’arif NU Miftahul Qulub dan disahkan oleh Pengadilan Negeri Mojokerto tertanggal 31 Juli 2001.
Dengan demikian maka seluruh Lembaga Pendidikan Formal dari RA, MI, MTs, dan MA resmi sebagai Lembaga Pendidikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ma’arif NU (YPM-NU) Miftahul Qulub. Namun demikian masih belum ada kesadaran penuh pemangku kebijakan pada masing-masing unit Formal untuk maju bersama dalam payung YPM-NU Miftahul Qulub, terlebih lagi keputusan dan kebijakan yayasan ini tidak tersinergikan dengan tata kelola Pondok Pesantren yang ada, sehingga semua unit di dalamnya terkesan berjalan sendiri sendiri. Adapun yang pernah menjabat sebagai ketua yayasan ini adalah : 1. H. Hasan Bisri (2001 - 2005) 2. Abdul Aziz (2005 - 2015)
P. Berdirinya Madrasah Diniyah Salafiyah UlaSeiring padatnya kesibukan KH. Ahmad Syamsuddin dalam memimpin Pesulukan Thariqat, Pengajian Jumát Legi, dan mengasuh pesantren, maka beliau pada tahun 2004 memanggil pulang salah seorang putranya (Gus Idris) yang sedang mondok pada sebuah pesantren di Kediri untuk menggairahkan kembali pengajian pesantren yang pada saat itu jumlah santrinya tinggal sekitar lima puluh orang, dan untuk membangkitkan kembali pendidikan Madrasah Diniyah Putra (Non Formal) yang berdiri sejak tahun 1981 tetapi proses pembelajarannya kurang tertib, kadang tidak ada ustdaznya, kadang tidak ada santrinya, apalagi Madrasah Non Formal ini belum memiliki sistem peningkatan mutu keilmuan santri yang menjadi ukuran kenaikan dan kelulusan. Maka Madrasah Diniyah yang awalnya berjumlah enam kelas tetapi santrinya hanya sedikit ini diubah menjadi Madrasah Diniyah Salafiyah tingkatan Ibtidaiyah (Ula) dengan mengerucutkan jumlah kelasnya menjadi hanya tiga kelas pada tahun 2014.
Q. Berdirinya Madrasah Diniyah Salafiyah WusthoDengan perubahan tata kelola Pondok Pesantren yang semakin baik dan proses pembelajaran Madrasah Diniyah Salafiyah Ula yang semakin tertib, maka pesantren ini mampu mendirikan Madrasah Non Formal tingkatan Tsanawiyah (Wustho) pada tahun 2005. Namun karena jumlah santri Pondok Pesantren tinggal sedikit dan Madrasah Diniyah Salafiyah Ula belum memiliki embrio calon santri baru sebagai jaminan berlangsungnya pendidikan Non Formal, maka dipandang perlu untuk memajukan TPQ dengan mereformasi pengurusnya kemudian mensinergikan tata kelolanya dengan manajemen Madrasah Diniyah Salafiyah (Non Formal), dengan demikian diharapkan santri TPQ yang sudah khatam (wisuda) dan mampu membaca Al-Quran dengan benar juga dapat mempelajari makna kandungannya dengan masuk menjadi santri Madrasah Diniyah Salafiyah (Non Formal). Seiring perkembangan Madrasah ini maka masyarakat sekitar mendesak Pesantren untuk juga menerima putri mereka sebagai santri Madrasah Diniyah Salafiyah (Non Formal) pada tahun yang sama, yaitu 2005.
R. Berdirinya Madrasah Diniyah Salafiyah ShifirMeskipun tata kelola TPQ sudah tersinergikan dengan manajemen Madrasah Diniyah (Non Formal) pada tahun 2005, akan tetapi agenda khataman (wisuda) santri TPQ tidak sesuai dengan kalender pendidikan Madrasah Diniyah Salafiyah terkait penerimaan santri pada tahun pelajaran baru, maka pada tahun yang sama juga disepakati untuk mendirikan Madrasah I’dadiyah (Sekolah Persiapan) dengan menerapkan metode pembelajaran Amtsilati (cara cepat membaca dan memaknai kitab kuning) bagi santri wisudawan TPQ yang belum saatnya masuk Madrasah Diniyah Salafiyah Ula. Madrasah I’dadiyah ini sekarang menjadi Madrasah Diniyah Salafiyah (Non Formal) tingkat Shifir, sebagai embrio Pendidikan Non Formal sebelum masuk Madrasah Diniyah Salafiyah tingkatan Ula.
S. Forum Shilaturrahim Alumni Tawar (FORSAT)Pada sisi yang berbeda, beberapa tokoh alumni pondok pesantren menggagas untuk mendirikan sebuah forum yang mewadahi para alumni, disamping menjadi ajang shilaturrahim juga untuk meningkatkan keilmuan mereka yang terlanjur ditokohkan oleh masyarakatnya dengan bekal ilmu agama yang kurang memadahi, maka dibentuk Forum Shilaturrahim Alumni Tawar (FORSAT) pada tahun 2005 setelah mendapatkan restu dari KH. Ahmad Syamsuddin. Sedangkan forum ini dilaksanakan secara rutin setiap Jumát Wage malam di tempat yang berpindah pindah, dari rumah satu alumni ke rumah alumni yang lain, dengan kegiatan mengkaji kitab kuning yang dilanjutkan dengan Bahtsul Masail Fiqhiyah, baik tentang kajian Ilmiyah, Amaliyah dan permasalahan Waqi’iyah (isu sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat) untuk menjawab problematika kehidupan yang semakin dinamis sesuai tuntutan zaman. Hal ini merupakan bentuk nyata kepedulian Pondok Pesantren Miftahul Qulub terhadap sosial kemasyarakatan yang semakin modern dan sebagai respon terhadap tantangan global.
Adapun yang ditunjuk sebagai ketua FORSAT untuk yang pertama kalinya adalah Gus Nur Muhammad Muhajir, setelah lima tahun berjalan FORSAT menyelenggarakan konferensi dan menetapkan KH. Muhammad Yunus sebagai ketua berikutnya, kemudian setelah itu ketua FORSAT ditunjuk oleh ketua yayasan mulai tahun 2015, yaitu Ustadz Musthofa sampai sekarang.
T. Berdirinya Madrasah Diniyah Salafiyah ÚlyaKetika Madrasah Diniyah Salafiyah di pesantren ini mampu mengembangkan pendidikan Non Formal dengan menggunakan metode pembelajaran yang beragam dan mengadopsi manajemen modern, maka dengan maksud melengkapi serta meningkatkan keilmuan para santri setelah mereka lulus dari Madrasah Diniyah Salafiyah tingkat Wustho, akhirnya pesantren ini menyelenggarakan pendidikan Madrasah Diniyah Salafiyah tingkat Aliyah (Úlya) pada tahun 2008 dengan mengembangkan metode pembelajaran musyawarah atau diskusi ilmiyah, sebagai madrasah tingkat lanjutan setelah Madrasah Diniyah salafiyah Wustho untuk membekali para santri dengan penguasaan ilmu agama yang lebih tinggi yang berbasis pada kitab-kitab Salaf (klasik) karya ulama Ahlissunnah Waljamaáh.
U. Perubahan Sistem YayasanDengan tertibnya pengelolaan pesantren dan lengkapnya Madrasah Diniyah Salafiyah (Non Formal), akhirnya KH. Ahmad Syamsuddin merestui Gus Idris (putranya) masuk dalam manajemen Madrasah Formal sebagai pengurus YPM-NU Miftahul Qulub untuk ikut serta dalam memajukannya dengan memberikan sentuhan sistem manajemen pesantren kepada seluruh unit dan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal (pesantren) di dalamnya, yang saat itu masih terkesan berjalan sendiri-sendiri, sehingga seluruh kebijakan dan kegiatan yang ada dapat terkoordinasikan dalam satu payung yayasan, karena semua itu lahir dari rahim yang sama, yaitu melanjutkan semangat juang Kyai Istad Djanawi.
Diawali dengan melengkapi personalia pengurus yayasan, membongkar-pasang kepala unit Madrasah Formal, menata administrasi pendidikan, dan mengubah manajerial keuangan menjadi satu pintu, kemudian pada tahun 2010 pengurus yayasan membangun sistem manajemen baru yang mengacu pada AD/ART yayasan untuk menjadi pedoman semua pemangku kebijakan dalam berkhidmah dengan berprinsip pada motto “Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe”. Akhirnya seluruh unit dan lembaga yang sudah berdiri baik formal maupun pesantren (Non Formal) bisa benar-benar tersinergikan bahkan terintegrasikan dalam sistem manajemen yayasan.
V. Berdirinya Kelompok Bermain / Play GroupBerkembangnya sistem manajemen yayasan dengan personalia pengurus yang memiliki Ghirah (semangat) luar biasa dalam melanjutkan perjuangan Kyai Istad Djanawi, maka yayasan bekerjasama dengan pemerintah Desa Tawar untuk menyelenggarakan Pendidikan Pra Sekolah bagi anak usia dini, dengan maksud melengkapi Lembaga Pendidikan Formal di bawah naungan yayasan dengan meresmikan berdirinya Kelompok Bermain (KB) / Play Group (PG) yang telah mendapatkan ijin operasional dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mojokerto pada tanggal 05 Juni 2013, sebagai bentuk nyata respon yayasan terhadap program pemerintah Republik Indonesia dalam mengembangkan Lembaga Pendidikan Pra Sekolah bagi anak usia dini. Dan setelah melakukan rapat pengurus yayasan maka yang ditetapakan sebagai kepala KB / PG untuk yang pertama kalinya adalah Bunda Endang Suprapti yang saat itu sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Desa Tawar. Kemudian untuk selanjutnya pengelolaannya dijadikan satu secara terpadu dengan Raudhatul Athfal (RA) dan menjadi Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Terpadu Miftahul Qulub.
W. Pendirian Asrama Putri Al-MubayanahSejalan dengan perkembangan manajemen yayasan yang lebih baik dengan pelaku sistem yang berkhidmah dengan niat melanjutkan semangat juang Kyai Istad Djanawi, lebih-lebih ketika beberapa putra KH. Syamsuddin yang lain kembali pulang dari pesantren tempat mereka menuntut ilmu dan ikut serta dalam mengembangkan pesantren sekaligus terlibat dalam manajemen yayasan, maka Pesantren dan Madrasah Formal semakin mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk memondokkan serta menyekolahkan putra putri mereka, sehingga santri baru yang berdatangan tidak tertampung lagi di asrama yang sudah ada, akhirnya diperlukan penambahan sarana fisik Pondok Pesantren. Kemudian diputuskan untuk mendirikan asrama baru agar bisa menampung santri putri dan diberi nama Al-Mubayanah pada tahun 2014. Sedangkan untuk santri putra yang sudah lama ditempatkan di area pergubukan sekitar Pondok Pesantren Induk agar dapat menghemat biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana fisik. Adapun pengasuh asrama Al-Mubayanah ini sebagai berikut : 1. KH. Ahmad Syamsuddin (Pengasuh Utama, 2014 - Sekarang) 2. Gus Ahmad Idris Syamsuddin (2014 - Sekarang) 3. Gus Ahmad Shofa Syamsuddin (2014 - Sekarang) 4. Gus Ahmad Nadzif Syamsuddin (2014 - Sekarang) 5. Gus Ahmad Jazuli Syamsuddin (2018 - Sekarang) 6. Ning Ihathotun Nuroniyah (2014 - Sekarang) 7. Gus Ahmad Syaifulloh Uzair (2014 - Sekarang)
X. Perubahan Nomenklatur YayasanSeiring perkembangan sistem pemerintahan, regulasi pemerintah tentang yayasan juga mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang tentang yayasan dan AD/ART YPM-NU Miftahul Qulub, maka pada tanggal 16 Agustus 2015, pengurus yayasan masa khidmah 2010 - 2015, menyelenggarakan konferensi dengan agenda pergantian pengurus yayasan dan perubahan nomenklatur yayasan dengan maksud mengembalikan jati diri yayasan yang berbasis pesantren, maka diubahlah nama yayasan dari YAYASAN PENDIDIKAN MAARIF NU MIFTAHUL QULUB menjadi YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL QULUB TAWAR GONDANG MOJOKERTO dan mendapatkan Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan oleh MENKUMHAM RI Nomor : AHU-0021797.AH.01.04. Tahun 2015, pada tanggal 09 November 2015 berdasarkan Permohonan Notaris ABDUL ROZAK, SH. sesuai Akta Nomor 03 tanggal 03 November 2015. Dengan demikian, Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Qulub Tawar berfungsi sebagai pusat pengembangan sistem managemen serta payung hukum bagi seluruh unit dan lembaga pendidikan dalam yayasan baik formal maupun pesantren (Non Formal) yang menjadi perwujudan semangat dalam meneruskan langkah dakwah Hadratussyaikh Mbah Yai Istad Djanawi. Adapun ketua YPP. Miftahul Qulub untuk yang pertama kalinya adalah Ahmad Idris Yahsya Nidzomuddin (putra pertama KH. Ahmad Syamsuddin).
Y. Pendirian Asrama Putri Al-FathimahPerubahan nomenklatur yayasan yang ditopang sistem manajemen yang sudah disesuaikan dengan AD/ART yayasan yang baru, juga disertai gelombang kedatangan santri yang semakin besar setiap tahunnya, dengan mutu serta kualitas Pendidikan Pesantren dan Formal yang terus berkembang lebih baik itu memacu pengurus untuk menambah kepemilikan lahan baru dan melakukan percepatan pembangunan untuk melengkapi sarana fisik pada setiap sektor yang menjadi tuntutan sebuah perkembangan, yang mana sebagian unit Madrasah Formal tidak hanya perlu direlokasi pada lahan yang baru namun juga harus terus dilakukan pembangunan sarana fisik unit yang lain agar masing-masing memiliki gedung sendiri yang representatif. Termasuk mendirikan asrama baru untuk menampung santri putri yang semakin banyak, maka diputuskan pembangunan asrama baru yang diberi nama Al-Fathimah pada tahun 2017. Adapun pengasuhnya sebagai berikut : 1. KH. Ahmad Syamsuddin (Pengasuh Utama, 2017 - Sekarang) 2. Gus Ahmad Idris Syamsuddin (2017 - Sekarang) 3. Gus Ahmad Shofa Syamsuddin (2017 - Sekarang) 4. Gus Ahmad Nadzif Syamsuddin (2017 - Sekarang) 5. Gus Ahmad Jazuli Syamsuddin (2018 - Sekarang) 6. Ning Ihathotun Nuroniyah (2017 - Sekarang)