Seiring padatnya kesibukan KH. Ahmad Syamsuddin dalam memimpin Pesulukan Thariqat, Pengajian Jumát Legi, dan mengasuh pesantren, maka beliau pada tahun 2004 memanggil pulang salah seorang putranya (Gus Idris) yang sedang mondok pada sebuah pesantren di Kediri untuk menggairahkan kembali pengajian pesantren yang pada saat itu jumlah santrinya tinggal sekitar lima puluh orang, dan untuk membangkitkan kembali pendidikan Madrasah Diniyah Putra (Non Formal) yang berdiri sejak tahun 1981 tetapi proses pembelajarannya kurang tertib, kadang tidak ada ustdaznya, kadang tidak ada santrinya, apalagi Madrasah Non Formal ini belum memiliki sistem peningkatan mutu keilmuan santri yang menjadi ukuran kenaikan dan kelulusan. Maka Madrasah Diniyah yang awalnya berjumlah enam kelas tetapi santrinya hanya sedikit ini diubah menjadi Madrasah Diniyah Salafiyah tingkatan Ibtidaiyah (Ula) dengan mengerucutkan jumlah kelasnya menjadi hanya tiga kelas pada tahun 2014.